Thursday, March 31, 2016

Denpasar Youth Park | A Challenge of Maklumicities

“Saya termasuk orang yang percaya bahwa bintang laut adalah benar sebuah makhluk laut dan bukan sebuah benda luar angkasa yang karena kecintaannya pada laut, lantas memutuskan untuk menetap di sana”

Hendro Prasetyo, 2016

Namanya Juga Usaha

Yep, saya serius memulai postingan saya dengan quotes yang sangat cerdas, mulia  dan memorable ini. Sangat serius seperti saat saya memutuskan untuk ikut sayembara desain di H-1 menjelang deadline seorang diri dengan meminjam KTP teman saya yang seorang Bali tapi ah gak juga sih pak.

Kenapa sendiri? Kenapa H-1? Kenapa harus meminjam KTP?

Kenapa Sendiri? saya rasa jawabannya ada di kalian yang mau repot repot membaca tulisan ini, Kenapa kalian biarkan saya sendiri? kalian tahu saya jenius, saya berdedikasi dan penuh determinasi, yang mana adalah hal yang sangat berguna untuk kompetisi. jadi kenapa kalian biarkan saya sendiri? apa karena saya tipe jenius yang menyatakan secara sepihak bahwa saya jenius seperti ini? yaa, bisa jadi.

Yot!

Ini apa sih sandal.

Kenapa sendiri? karena saya suka ketenangan, saya suka bekerja sambal nyanyi lagunya Sia yang Bird Set Free tanpa ada keraguan di hati. Kenapa H-1? Karena saya adalah pria sejati, dan pria sejati menyukai tantangan. Kenapa harus meminjam KTP? Karena ini kompetisi khusus orang Bali, dan saya? Lahir dan (merasa) dibesarkan di Jakarta, berKTP Bekasi, sekolah di Jogja, anak kelahiran Bapak Jawa, dan tinggal di Bali.

Jadi secara persyaratan sebenernya saya sudah kalah. Jadi ya sudah, kita harav maklum saja. Yang penting kan sudah usaha, namanya juga mencoba. Yaa boleh boleh saja. Perihal mencoba-coba itu, Cuma tidak boleh kalau dua, satu, perkara penggunaan Minyak Kayu Putih, yang kedua, perkara warung Nasi Goreng. Sudah jelas kalau Raja Nasi Goreng adalah the king of fried rice in Bali. Jadi ngapain coba coba yang lain. Apes apes, nanti dapet nasi goreng 8 ribu harap maklum yang rasanya lebih harap maklum dari kompetisi ini.

Yot!

Wis, timbang tak kakehan cangkem ora ceto, wis ndelok wae ki Poster Sayembara Denpasar Youth Park  ala Hendro Prasetyo, principle of Artdicted Studio.

Monggo~~


Poster I/II | Klik Biar Gede

Poster II/II | Klik Biar Gede

Note : What You're reading in the poster is mostly "E'e Lembu", because what i do is basically the same thing as many architects I know in the world would do. Which is, we design what we want to design and tell a story that you want to hear.

Or not.

Yot!

Thursday, March 3, 2016

RK, Ahok, Risma, LGBT, Dll, Dsb

Abang : Neng,
Eneng : iya bang?
Abang : abang ikhlas
dah neng kalo ridwan kamil jadi gubernur dki asalkan ahok jadi presiden.
Eneng : hmm, kalo eneng sih bang, lebih ikhlas kalo ridwan kamil jadi presiden dan ahok jadi wakilnya.
Abang & Eneng : terus bu risma jadi gubernur dki!
Eneng : ihh ko kita barengan sih bang..... 
Abang : hehehe.. Tapi neng,
Eneng : tapi apa lagi sih bang?
Abang : kayanya abang lebih ikhlas kalo eneng jadi wakilnya deh neng.
Eneng : ha? Yaa calzone bang..
Eneng mah apa atuh, cuma fansnya bang ipul yang selalu ai lop yu pul meskipun dapur kagak ngepul.
Abang : neng..
Eneng : tapi gapapa sih bang, eneng ikhlas ko jadi wakilnya ahok, meskipun si bapak suka marah-marah, tapi parasnya yang imut itu, selalu bikin hati eneng dag dig ser ngeliatnya. Ihihihihihi...
Abang : neng..?
Eneng : tapi jadi wakilnya ridwan kamil juga gpp sih, bapaknya ganteng, khas aa aa bandung kaya aa di warung burjo langganan kita itu bang.. Eneng ikhlas deh meskipun harus jadi yang kedua. Ihihihihihi....
Abang : neng!!
Eneng : !!!!
Abang : dengerin dulu!
Eneng : :((((((((((
Abang : maksud abang.....
Eneng : .....?
Abang : abang lebih ikhlas kalo eneng jadi wakil abang dalam membina rumah tangga kita...
Eneng : ihhhh.... Abang~~~~
Abang & Eneng : <3 span="">

Abang & Eneng Episode 2 : Rakyat bicara politik.

Yep! Ridwan kamil emang udah secara resmi menyatakan ketidak ikut sertaannya dalam PIlkada Gubernur DKI 2017, yang mana adalah hal yang menarik, karena dengan pernyataan ini menunjukan tidak hanya bahwa spekulasi yang berkembang di masyarakat terkait pencalonan Ridwan Kamil menjadi Gubernur DKI adalah benar, tapi juga menunjukan bahwa sebenarnya ada ketertarikan dari Ridwan Kamil sendiri untuk mengisi posisi itu.
“Semua indah pada waktunya” itulah sebelumnya yang selalu dikatakan Ridwan Kamil setiap kali diwawancara terkait isu ini. Dan inilah keindahan itu. Sebuah ketegasan sikap untuk menunaikan tuntas amanah yang diberikan warga bandung padanya, tidak seperti you know who yang gak mikir gak mikir tapi akhirnya you know lah.
Memang seharusnya seperti ini, saya sendiri sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di Jakarta meskipun berktp Bekasi merasa heran, kenapa dari sekian banyaknya orang hebat di Jakarta, nama yang beredar menjadi calon gubernur DKI justru orang orang luar Jakarta, yang sesungguhnya tengah mengemban amanat di Kota yang dipimpinannya masing masing?
Trio Senin | Sumber
Apa kita sebegitu kekurangannya pemimpin berkualitas? Apakah kita sebegitu Jakarta-sentrisnya sehingga ketika melihat ada pemimpin hebat di Kota lain, langsung saja kehendak berkata kita bawa saja doi memimpin kota kita? Atau, hanya belajar dari keberhasilan you know who yang sekarang telah menjadi you know lah? Hmm, entahlah, saya rasa cukup tidak adil ketika pemimpin pemimpin berpotensi ini, harus direkrut ke Jakarta untuk menyelesaikan masalah Jakarta sementara kota yang tengah diamanatkan padanya memiliki Hak yang sama untuk dikembangkan dan diselesaikan permasalahannya.
Sedangkan untuk Jakarta sendiri, jika bukan Pak Ahok yang cukup bisa dipercaya meskipun badai bad news guys kian menerpa yang dipercaya melanjutkan amanatnya, selalu ada orang seperti saya yang jelas kejeniusannya yang siap mengemban amanat itu. Saya juga arsitek dan ganteng seperti Ridwan Kamil, tegas dan berdedikasi tinggi seperti Bu Risma, dan tentunya tangguh dan berani seperti pak Ahok. Dan yang terpenting, saat ini saya tidak sedang diamanatkan di kota lain, sehingga tidak perlu ada hati hati para pendukung yang terluka karena ditinggalkan dengan dalih mengemban amanat yang lebih tinggi.

Ah masa? | Sumber

Bicara soal persamaan hak, negara kita yang aduhai ini sedang sibuk dengan isu LGBT. Seru sekali, sebuah negara yang bahkan belum bisa mengakui pernikahan beda agama dan masih sibuk sensor belahan dada sudah berani berani bicara LGBT. Dalam hemat saya, negara ini masih belum jelas mau membawa dirinya kemana, secara prinsip maunya berpegang pada norma dan budaya, tapi kita realistis aja, norma dan budaya yang mana yang dimaksud? Wong kebaya saja yang jelas warisan budaya disensor.
Di sisi lain, mau menyesuaikan diri pada perkembangan jaman yaa masih takut-takut, takut gak sesuai sama nilai norma dan budaya. Sekali lagi, norma dan budaya mana yang dimaksud? Norma budaya timur? Yang mana? Paham saya ko ya norma dan budaya ini nasibnya sama gak jelasnya kaya dsb, dan dll diujung kalimat. Yaa kita sama sama tahu aja, tapi kita juga sama sama tahu aja kalo apa yang kita sama sama tahu aja ini mungkin berbeda maksudnya.
Mungkin saya perlu belajar sejarah lagi seperti nasib seorang penulis yang sejarah versinya terlalu banyak unsur dsb dan dll sehingga menjadi agak anu. Mungkin saya perlu mendalami nilai nilai norma dan budaya nusantara warisan para leluhur bangsa. Atau mungkin saya haurs lebih menjiwai nilai nilai Pancasila sehingga saya bisa lebih menjadi seperti masyarakat teladan yang kerap berbagi link link berita dan informasi di media sosialnya. Mungkin selain sejarah, norma, budaya, dan Pancasila, saya harus belajar hal-hal lain dan sebagainya supaya saya bisa lebih Menjadi Indonesia.

Menjadi Indonesia | Sumber

Kembali ke perkara LGBT, sejujurnya saya yang jenius ini kurang paham apa sebenarnya persamaan hak yang mereka bela. Karena ketika mereka berkata mereka berhak mendapatkan perlindungan, hak berekspresi, menyatakan pendapat,dll,dsb yaa sebenarnya negara sudah menjamin itu karena itu adalah bagian dari hak hak kalian sebagai warga negara. Sekarang apa perlu negara membuat undang udang khusus perlindungan masyarakat LGBT? Bukannya ini malah menyimpang yaa dari keinginan untuk mendapatkan persamaan?
Saya paham, bahwa dalam kenyataannya masih banyak orang orang yang mendiskriminasi kaum LGBT, masih banyak juga penegak hukum yang tutup mata ketika diskriminasi itu dilaporkan atau malah ikut mendiskriminasi dan mencemooh. Tapi ingatlah, bahwa negara sudah menjamin kita semua termasuk kalian para masyarakat LGBT terkait segala bentuk diskriminasi. 
Perkara penerapannya masih banyak kekurangan, yaa mau gimana lagi, sekedar info, bahwa diskriminasi terjadi kepada siapapun terlepas dari preferensi seksual dan gender mereka. Ada orang yang didiskriminasi karena ukuran tubuhnya, karena level kecerdasannya, karena rasnya, karena bapaknya bukan ningrat, karena kakeknya bukan pemilik spbu, karena bajunya gak dicuci dengan deterjen yang bintang iklannya pemain sinetron masa lalu, karena handphonenya masih seri 3 padahal seri 6 udah beredar dengan hanya perubahan minor namun marketing yang aduhai, dll, dsb. Lantas apa setiap bentuk diskriminasi ini harus dibuat udang udangnya? Kasian orang yang kuliah hukum dong nanti bukunya makin tebel. Toleransi lah sama mereka juga. Biar gimanapun juga kan mahasiswa hukum juga manusia. Yang disela sela waktu kuliahnya juga pengen nobar ILC di burjo terdekat.
Diskriminasi ini sebetulnya masalah preferensi dan kekerdilan referensi. Sifatnya orang ke orang, sama kasusnya kaya orang yang suka duren ngatain orang ga suka duren bego. Emang brengsek aja itu orang yang suka duren. Dan ketika berbicara tentang mengedukasi masyarakat, bahwa LGBT bukan penyakit, bukan bahaya, dan masyarakat resisten terhadap itu, yaudahlah… ya emang orang beda beda, masyarakat diedukasi sama hal yang jelas jelas bener kaya harus buang sampah ditempatnya aja susah, apalagi yang masih abu abu kaya LGBT. 

Damn Right | Sumber

Sabar aja bro sis, kalian mungkin mereferensikan negara negara yang sudah mengakui LGBT dengan jalan salah satunya mengakui pernikahan sesame jenis, tapi bahkan di negara negara seperti inipun, diskriminasi terhadap LGBT akan tetap ada. Kenapa? Karena balik lagi, ini masalah preferensi, personal. Sifatnya orang ke orang. Negara mungkin mengakui, tapi apa seluruh masyarakat yang menjadi bagian dari negara lantas juga mengakui? Yaa nggak juga. Coba aja nonton film tangerine dan kalian akan lihat waria yang ditimpuk pake air seni. Pun begitu di negara ini yang belum bisa mengakui, apa lantas semua masyarakat yang menjadi bagian dari negara lantas juga ga mengakui? Yaa nggak juga. Coba aja baca twit twitnya joko anwar yang sangat vocal mendukung lgbt.

Nah, kalo kalian berharap negara ini bisa mengakui, maka kalian delusional kakak… negara ini tuh all about citra coy, apapun yang terjadi, kita akan selalu berlindung dibalik kata tidak sesuai dengan norma dan budaya. Yang penting kalo dipublik ngomong gini biar keliatan konsern sama ini, padahal mah sehari harinya  yaa kita sama sama tahu aja lah.
Duh jadi panjang kan.
Anyway, kita sama sama tahu aja lah yaa apa yang saya maksud mengakui.
Yamon~~

Hubungan Sama Gambarnya Aco | Sumber 

Okay, bad news guys, tulisan saya sudah kepanjangan, tadinya saya mau menulis tentang kegelisahan saya terhadap hal hal anu dan tindak tanduk nganu yang berlindung dibalik nama islam yang sudah lama banget saya mau anuin. Tapi kata ridwan kamil, semua indah pada waktunya. Timbang saya tulis panjang lebar sekalian di sini lalu kalian cuma skiming skiming cantik aja dan miss the point, mending kita tunda saja sampe langit menyampaikan mood menulis saya berikutnya.
Saya tahu tulisan saya menarik, dan kalian akan kecewa pada berakhirnya postingan ini. Dan untuk itu, saya hanya bisa berkata, Bertahanlah. Mengacu pada salah satu warisan budaya kita supaya saya tercitra nusantarais, Jika ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi, jika ada sumur panjang sampai kita jumpa lagi.
Sungguh kata kata yang indah dan penuh nilai budaya. Tapi realitanya, kalo ada sumur di ladang dan kalian seenaknya numpang mandi, kalian bisa diteriakin maling dan jika beruntung berakhir di bui. Jika tidak, kalian bisa diarak keliling kampung sambil diteriakin penuh diskriminasi, atau jika lebih tidak, kalian bisa berakhir dalam bara api.
Sekian dari saya, nama saya Hendro Prasetyo, principle of Artdicted Studio.
Peace, Love, and Gaul.