Thursday, October 16, 2014

[Not] The Country of Idiots. [Aren't We ?]




“Semakin lama Negara ini semakin seram. Semacam tidak lagi menyisakan ruang untuk berbuat salah”

Sebagai masyarakat dunia maya Indonesia, kalian pasti masih ingat dengan kasus adik yang duduk di kursi prioritas, mbak path spbu, dan bapak presiden walk out. Mass-cyber-bullying. Rasanya cukup ironis bagaimana Negara yang dikenal ramah dan santun bisa dengan begitu kompaknya mem-bully masal melalui media sosial, mereka-mereka yang berbuat salah di tengahmasyarakat.

Yaa, mereka memang salah.Tapi, apa harus begitu cara menegurnya ? apa kalian-kalian yang menjadi bagian dari aksi ini, sudah merasa begitu sempurnanya hingga kalian dengan gagah berani ikut andil dalam aksi ini ?

Perfct | Sumber


Butuh 400 kali berpikir ulang hingga akhirnya saya mantap menulis postingan ini. Yap! Adalah karena saya juga seorang brengsek dan bukan seorang teladan yang “dinabikan” di tengah masyarakat yang rajin diciumi tangannya dan apalagi seorang tokoh agama alim ulama yang air cucian kakinya diminum karena dipercaya membawaberkah, sehingga sayaber-hak untuk memberikan wejangan dan apalagi mengkritisi perilaku kehidupan bermasyarakat kalian. Tapi yasudahlah, mungkin kalo disampaikan oleh seorang brengseks epertisaya, pesan-pesan di postingan ini bisa jadi lebih ngena.
Mungkin.

“Ikhlas dan Khusyuk. Cuma satu kata tapi susahnya luar biasa”

Adalah karena dicurangi oleh sebuah sarana pengisian bahan bakar umum di jl.Sunset road, Bali, saya jadi termotivasi untuk membuat tulisan ini. Sulit rasanya mengikhlaskan bagaimana uang yang seharusnya cukup untuk memenuhi tangki bensin nyatanya hanya sanggup mengisi setengahnya. Tapi kemudian saya berpikir,

“yasudahlah, setiap orang brengsek dengan caranya masing-masing.”

Bagi pemilik SPBU ini dan karyawannya, brengsek adalah mencurangi pengisian bensin hingga setengahnya. Bagi orang lain brengsek mungkin adalah teriak-teriak dengan sorban putih melarang penayangan spongebob, tapi ikut joged di acara dangdutan tetangga yang lagi ngerayain sunatan anaknya yang hobi nonton spongebob. 

Bebas.


Tapi lebih lanjut lagi saya berpikir, “kalau semua orang brengsek dengan caranya sendiri, dan orang brengsek gak berhak untuk mengingatkan orang brengsek lain, maka yang akan terjadi adalah brengsekception” kalau begini, lantas kapan kebrengsekan ini akan berakhir ?


Versi Santai
Versi Santai tapi di Vandal

Versi Komedi | Sumber
Versi Gak Santai | Sumber
Versi Super Gak Santai | Sumber
Versi Salah Grammar | Sumber
Versi Are You Kidding Me ? | Sumber




Saya gak tahu yaa gimana kondisi di Negara lain, tapi di Negara saya, dimana-mana rasanya ada tulisan seperti itu. Mulai dari versi yang paling sopan, versi template, versi salah eja, sampe yang versi ekstrimis-kejam-tajam-mempesona seperti image pembuka postingan ini. Pertanyaan saya adalah “apakah kita se-bodoh itu hingga akhirnya harus selalu diingatkan apa yang memang seharusnya kita pahami danlakukan dalam kehidupan bermasyarakat ?”

Sekedar info, peringatan di fotodi atas paragraph di atas berlokasi di kantor tempat saya berkarir. Sebuah kantor yang dengan tegas dan percaya diri melabelkan dirinya “cerdas lingkungan” ,sebuah kantor yang notabene isinya adalah arsitek dan orang-orang yang seharusnya cukup cerdas dan berwawasan lingkungan untuk tahu untuk tidak melakukan apa yang diperingatkan melalui kertas peringatan seperti tercantum digambar tanpa harus diperingatkan dengan kertas peringatan.

Kenyataan Pahit

Kenyataan Pahit

Kenyataan Pahit

Kenyataan Pahit

Kenyataan Pahit


Saya suka berpikir seperti ini “buat apa sekolah tinggi-tinggi kalo buang punting rokok di tempat yang bener aja ga bisa ? buat apa sekolah arsitektur belajar tentang estetika tapi buang sampah masih sembarangan ? buat apa belajar PPKn, PKn, atau Kewarganegaraan sampe 13 tahun ++, kalo ngantri yang rapi aja gabisa ?” 

Emangsih, gaksemua yang ada di Negara ini bisa beruntung mengenyam pendidikan sampai sekolah tinggi, ada bahkan yang sangat kurang beruntung sampai sekolah dasar aja gabisa, tapi, saya rasa itu bukan alasan untuk gak bisa secara sadar memahami hal-hal sederhana yang memang seharusnya dilakukan dalam bermasyarakat. 

Saya yakin kita bisa menjadi bangsa yang cerdas. Kalau kita bisa cukup cerdas untuk mensiasati peraturan seperti bapaknya Bene Dion yang melatih anjingnya untuk bisa buang sampah di area bertuliskan “Dilarang buang sampah disini kecuali Anjing”, maka ga ada alas an buat kita untuk bisa cukup cerdas untuk secara sederhana membuang sampah di tempat sampah, mengantre dengan tertib, rapi, sabar dan bijaksana, tidak membunyikan klakson di persimpangan yang jelas-jelas macet sedetik setelah lampu hijau bersinar dan atau 1 menit setelahnya sekalipun, dan sejuta hal-hal sederhana lainnya di kehidupan bermasyakarakat.




Sekalilagi, setiap orang brengsek dengan caranya sendiri, untuk terjadinya sebuah perubahan, yang harus dilakukan bukanlah saling tegur, saling gontok-gontokkan sesame brengsek, dan apalagi, mem-bully massal di media social mereka yang secara terang-teranga melakukan ke-brengsek-an.

Ngaca !

Lakukanlah refleksi diri. Seperti yang disampaikan mas Jeko, kalau kalian ingin membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik, lihatlah diri kalian sendiri, dan lakukanlah perubahan.

Dan sebagai bahan refleksi, berikut saya sajikan sebuah “semacam motion graphic” yang mungkin diantaranya adalah kalian pelakunya.



Nama saya Hendro Prasetyo, atas nama Artdicted Studio, saya mengucapkan,

Selamat menonton, selamat merefleksi, selamat berubah.

Sumber

*pencet tombol perubahan di jam tangan.