Tuesday, September 30, 2014

Budaya Buaya Eps 3 : Seriusan Lo Berbudaya ?

“ Ada yang tau berapa jumlah total kebudayaan di Indonesia ? “
Exactly ! saking banyaknya kebudayaan yang ada di Indonesia, jumlah pastinya (hampir) pasti ga ada yang tau. Walaupun ga se-acak jumlah bulu idung yang emang gak terhitung, entah kenapa rasanya akan sulit menghitung total kebudayaan yang ada Indonesia. Ini karena kita begitu kaya, begitu beragam, begitu majemuk, religius, dan superstitious, sampe rasanya untuk menghitung jumlah total kebudayaan kita, akan se-mustahil kemunculan Bo di crayon sinchan tanpa ingus. Tapi tapi tapi…. Kok kita masih kebawa arus ?



Mas Bo | sumber

Mbuh koe sadar po ora, rasa-rasanya, status Indonesia sebagai Negara berbudaya semacam cuma basa-basi kehidupan aja. Liat aja kehidupan sehari-hari kita, apa masih pantes kita menyebut diri kita sebagai masyarakat berbudaya ? atau ini salah saya aja karena persepsi saya akan budaya begitu dangkal dan perspektif saya akan Indonesia begitu sempit, sehingga yang saya lihat dari Indonesia yaa cuma yang itu-itu aja, dan kebetulan yang itu-itu aja gak mencerminkan  perilaku masyarkat berbudaya.
Daritadi saya nyebut-nyebut masyarakat berbudaya, emang kaya apa sih masyarakat yang berbudaya tuh ?
Jengjengjengjeng ~~~ !
Kalau kalian sama kaya saya dan gatau jawabannya apa, maka diagnosa saya bahwa status kita sebagai masyarakat berbudaya itu cuma basa-basi aja, udah terbukti kebenarannya. Kenapa ? karena, kalo kita bahkan gatau masyarakat berbudaya itu kaya apa, gimana bisa kita berperilaku layaknya masyarakat berbudaya ? secara ga sengaja ? secara insting binatang ? secara beruntung ? secaramualaikum ?
Well, kalo mau melihat secara objektif dan utuh, tanda-tanda keberadaan kebudayaan di masyarakat Indonesia emang masih ada. Tapi, sadibilang hanya sebagai perhiasan aja. Pemanis kehidupan yang seakan kurang manis dengan konsumsi es teh manis yang selalu setia menemani makan pagi siang dan malam anda. Keberadaan budaya di Indonesia saat ini, hanya sebagai sesuatu yang dilestarikan saja, bukan sesuatu yang dihidupi secara khidmat dan bijaksana. Walaupun, kalau mau dinilai secara adil, balik lagi, apa yang dimaksud dengan kebudayaan Indonesia nih belum jelas. Karena kita terlalu kaya dan berbeda, akan sangat sulit menemukan sesuatu yang bener-bener bisa mewakili dan bisa menjadi identitas Indonesia.
Anyway, kembali ke status budaya sebagai perhiasan, saya lantas berpikir, apa karena budaya merupakan kristalisasi kebiasaan sehari-hari yang menggenerasi, lantas jadi sulit untuk kembali mencair dan mengaktualisasi ? atau karena budaya terlanjur menjadi Kristal, dan kristal adalah benda precious sehingga dipakenya sebagai perhiasan aja dan yang bisa memiliki dan menggunakannya cuma orang-orang tertentu aja?  Atau karena saking precious-nya kebudayaan cukup dilestarikan aja layaknya benda-benda di museum yang terbungkus syahdu dalam etalase yang clingclingcling ?
Aktualisasi. Asal kata aktual. Imbuhan asu. Eh asi maksudnya. Sorry. Dari tiga pertanyaan diatas, mungkin jawaban yang paling tepat adalah karena jaman dulu dan jaman sekarang udah beda, sehingga kebudayaan yang berupa nilai-nilai kehidupan udah sulit diterapkan di kehidupan sehari-hari masa kini. Kata guru bahasa Indonesia SMA saya, “Jaman dulu kan cuma ada Dinosaurus.” Coba jaman sekarang, ada Godzilla, alien, vampire, zombie, gomora, barney, batman, kura-kura ninja, kura-kura dalam perahu, sampe bahkan kura-kura dalam sup kamu ! jadi wajar aja sih kalau kebudayaan mulai ditinggalkan. Tuntutan jaman membuat kita seperti itu. Walaupun, ga semua tuntutan wajib kita penuhi. Dan mestinya kita bisa bijak memilih tuntutan mana yang harus dipenuhi.
Yap suka atau ga, kehidupan bener-bener udah berubah, bahkan hanya dalam 10-20 tahun terakhir. Kalo dulu cuma bapak-bapak sibuk dan adik-adik insecure yang punya nokia 3310 yang canggih epic dan tak lekang oleh waktu, sekarang hampir semua orang bawa-bawa smartphone lengkap dengan power bank-nya.


The Legend | Nokia 3310
Kehidupan sosial udah pindah sebagian besar dari jagad raya ke jagad maya. Kalo dulu ada istilah dunia cuma selebar daun kelor, sekarang dunia cuma selebar daun kecambah. Semua orang sadibilang hampir serba tau apa yang terjadi dengan orang lain, dan ini ngebuat hidup kita seakan ga boleh bercelah sedikitpun, apalagi di Indonesia ! salah dikit aja, anda bisa jadi korban mass-bullying yang luar biasa. Sadibilang, kalo ada yang lebih serem dari ingus bo yang bisa muter-muter kaya baling-baling helicopter, itu adalah pengguna media sosial di Indonesia. Salah dikit aja anda dalam hidup, foto anda bisa menyebar di jagad maya, dan dalam hitungan menit, 76,97 % penduduknya menyerang anda. Brrrr…~

Twit of The Day | sumber


Mbuh koe sadar po ora, rasa-rasanya, status Indonesia sebagai Negara berbudaya semacam cuma basa-basi kehidupan aja. Daritadi saya sengaja gak ngasih contoh gimana saya bisa ngeliat bahwa kita udah gak terlihat berbudaya, dan bagaimana budaya hanya digunakan sebagai pemanis kehidupan aja. Itu karena saya yakin, bahwa tanpa dicontohin pun kalian sudah mengerti maksud saya , dan karena saya ingin, kalian merefleksi diri dan melakukan observasi terhadap lingkungan kalian supaya bisa lebih paham dan kena sama apa yang saya coba sampaikan.
Kalau memang nilai-nilai kebudayaan kita begitu hebat dan canggih luar biasa, seharusnya si kebudayaan-kebudayaan ini bisa kan diterapkan dan dihidupi secara khidmat dan bijaksana di segala jaman ? atau memang nyatanya kebudayaan leluhur kita ga secanggih itu sehingga akhirnya tergerus jaman ?
Dalam hal ini, saya sendiri masih belum tau jawabannya yang mana. Kalian ?