Thursday, May 29, 2014

Prabowow vs Jokowow

“An epic confrontation between a Knight in bloody Armor, with a super shiny Angel.”

Prabowow Vs Jokowow, A Knight versus An Angel, that’s how I picture our upcoming President Election.

Ilustrasi Modifikasi dari sini


A strong, fierce, bold man, with dark past, known as an ex militant accused of several abductions, murders, and even massacre, a true Knight in Bloody Armor, ready to do and fight anything for the sake of his country. That’s how I think of Prabowow. That much blood in his Armor , depict how hard he has fought for his country. It may seem awful, but in the other hand, it also shows how dedicated he is in doing what he is assigned to.

Ilustrasi Modifikasi dari sini


Confronting in another side, we have Jokowow, A good, flawless human being who is famous for his well-being with his people. A super shiny Angel, it shines so badly, we hardly see what beneath. He seem so perfect, but behind that arise a mystery, is he true ? or is it just a perfect series of Acts he plays perfectly ?  His flying seems so assuring, we are captured by his magic, but behind every magic there is a trick, we can’t see it, but maybe he is just a performer pulled by invisible strings. A super shiny Angel, seems really promising, but truth is, he is a mystery that only time will tell. That’s how I think of Jokowow.

Now, who will you believe ?

Bicara pemilu tahun ini, ga bisa lepas dari parahnya Black Campaign dan perang antar Fanboy dari kedua belah pihak. Kemudahan akses internet dan berkembangnya berbagai social media membuat orang-orang yang ga bertanggung jawab dengan mudahnya melempar isu yang kemudian dibesarkan oleh orang-orang yang kurang cerdas untuk mengetahui bahwa mereka tengah dikendalikan untuk menjadi agen distributor kepalsuan.

Agak aneh rasanya, bagi saya yang sangat jarang mengakes televisi, dan jauh dari ibu kota, kampanye seperti visi-misi dan hal-hal lain yang seharusnya dipaparkan oleh para calon presiden malah seperti kalah diberitakan dan dibesarkan dibanding isu-isu serta keburukan para calon. Hampir setiap hari, saya melihat di lini-masa facebook saya (yaa, saya masih setia dengan facebook, masalah ?) , berbagai bentuk black campaign yang menjatuhkan calon-calon yang ada. Sementara untuk mencari visi-misi dan rencana kedua calon, saya harus mendalami google terlebih dahulu. Ini seperti black campaign lebih utama dibandingkan campaign itu sendiri.

Nah, untuk teman-teman yang pernah men-share info-info semacam itu melalui social media, silahkan mempertimbangkan lagi untuk melakukannya di masa yang akan datang. Kalau memang kalian mendukung salah satu calon, atau belum mantap menentukan pilihan, sebarkanlah info-info yang memang official disampaikan oleh para calon melalui media resmi mereka. Sehingga kalian tidak menjadi bagian dari tersebarnya isu-isu yang justru membuat kita semakin ragu akan Negara ini.

“I know that in journalistic there is a term that says, Bad News is Good News, but as Rob Burgundy thinks in Anchorman, telling the news we want to hear, is as important as telling the news we have to hear.”

Kita perlu untuk optimis terhadap negri ini. And Good News is Good News. Daripada kalian repot-repot menjatuhkan salah satau atau kedua belah calon, apakah tidak lebih baik kalian menginformasikan apa yang telah berhasil dilakukan para calon untuk Negara ini ?

Anyway, let’s go back to what this post is more about.

Prabowow. Secara pribadi saya menganggap Prabowow adalah salah satu kandidat yang baik untuk menjadi presiden Indonesia. Ketegasan dan Keberaninannya jelas dibutuhkan Indonesia yang memang sedang dalam kondisi semrawut dan terjajah. Ada 200 juta lebih orang Indonesia yang kebanyakan sangat sulit diatur.

Dalam konteks inilah, ketegasan Prabowow jelas dibutuhkan. Yang mungkin akan mengkhawatirkan adalah adanya kemungkinan munculnya rezim baru, mengingat latar belakang yang dituduhkan padanya. Tapi yaa, saya rasa apapun itu, ketegasan mutlak diperlukan, terutama untuk masyarakat dan pemerintah Indonesia yang kebanyakan Bandel luar biasa !

Selain tegas, dari berbagai kesempatan, tercitrakan seorang Prabowow yang pemberani. Dan salah satau poin utama yang dibawakan dalam kampanyenya adalah untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan asing dan mengembalikan aset SDA yang memang milik orang Indonesia kepada orang Indonesia.

Dalam hal ini, saya sangat sependapat dengan Prabowow. Kenapa kita harus takut dengan Negara lain ? kenapa kita harus tergantung sama mereka ? kita punya sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Kalau itu semua bisa dikelola dengan baik, Indonesia bisa berhenti menjadi Negara yang tergantung dengan Negara lain, dan malah menjadi Negara yang menjadi ketergantungan Negara lain.

Jokowow. Seorang pemimpin yang sangat merakyat. Bahkan dalam beberapa hal, terlihat lebih rakyat daripada rakyat itu sendiri. Jelas merupakan sosok pemimpin idaman yang dekat dengan masyarkatnya. Tapi secara pribadi, saya sangat menyayangkan keputusan Jokowow untuk maju dalam pilpres kali ini. Bukan hanya dia melanggar janjinya pada Jakarta, tetapi juga memunculkan cela pada citra yang selama ini ia bangun. Kalau saja ia muncul 5 tahun lagi setelah berhasil membenarhi Jakarta, saya yakin bahwa tanpa ragu seluruh masyarakat akan mendukung jalannya menjadi presiden.

Entah apa yang dipikirkannya atau mereka yang mungkin berada dibelakangnya, yang jelas sekarang Jokowow sudah maju sebagai calon, dan jika sejalan dengan survey-survey yang telah ada, besar kemungkinan akan menanggalkan status calonnya dan menjadi presiden Indonesia berikutnya.

Anyway, dengan mengesampingkan isu bahwa ia dikendalikan oleh partai atau bahkan lebih parah iluminati, saya melihat Jokowow juga sebagai seorang yang tegas dan berpendirian kuat. Ini terbukti dari wawancara-wawancara yang selama ini dilakukan. Pada saat ia masih menjadi Gubernur DKI Jakarta dan ditanya wartawan terkait rencana menjadi presiden, ia selalu menjawab “Ga mikir, ga Mikir…”, kekeh dengan jawaban itu meskipun sudah 1276 kali ditanya. Pun begitu saat ia sudah menjadi capres dan ditanya siapa cawapresnya, ia selalu menjawab “Tunggu, sekarang masih digodok, nanti aka nada saatnya saya umumkan”.

Jokowow jelas juga merupakan seorang yang loyal, hal ini terbukti pada bagiaman ia mendedikasikan dirinya sebagai kader partai. Yang harus dikhawatirkan adalah, bagaimana jika nantinya ada keputusan partai yang berseberangan dengan kepentingan rakyat ? apakah ia akan memilih setia pada partai ? atau pada rakyat ? karena tidak bisa dipungkiri, bahwa parpol, sebagaimanapun mereka menyampaikan keberpihakan pada rakyat, mereka pasti lebih berpihak pada kepentingan partai mereka sendiri.

Tegas, dan Loyal, bukan kedua hal itulah yang menurut saya merupakan kekuatan utama seorang Jokowow. Cerdas ! itulah yang saya lihat menjadi kekuatan utamanya. Lagi-lagi dari wawancara-wawancara yang selama ini telah dilakukan, saya melihat Jokowow selalu berhasil menjawab pertanyaan dengan baik, meskipun banyak diantaranya juga merupakan jawaban evasive dan didahului dengan banyak “aaaaaa….”, tapi dari jawaban-jawaban itu, tidak bisa dikritisi lebih lanjut karena memang merupakan jawaban yang tepat.

Sebenarnya, saya masih mau bicara lebih banyak tentang kedua calon, salah satunya terkait dengan cover Tempo 7 April 2014 yang ramai dibicarakan belakangan ini. Cover yang sangat cerdas, menarik, dan intriguing, menurut saya. Tapi apa boleh dikata, ruang ini telah terlalu penuh akan kata-kata, sehingga saya harus mengurungkan niat saya untuk yang satu ini demi kepentingan bersama. Anyway, saya sangat merekomendasikan kalian untuk mencari tahu terkait Cover ini di berbagi media. Hanya saja, sebaiknya tidak terlalu terpengaruh dengan opini yang berkembang, dan berpegang pada fakta yang ada.

Fiuhhh~~

“Siapapun pemimpinnya, maju atau tidaknya Indonesia, ada ditangan kita, bukan mereka”

Jokowow atau Prabowow, sehebat apapun hanyalah seorang manusia. Sehebat apapun rencana kerja yang mereka buat, tidak akan berhasil memajukan Negara ini jika tanpa kerja sama kita. Kalau kalian ingin Indonesia menjadi lebih baik, jadilah individu yang lebih baik. Jadilah Individu yang lebih cerdas, dan berkontribusilah pada Negara ini. Lakukan apapun yang terbaik kalian bisa lakukan di bidang yang kalian minati atau kuasai paling baik. Jangan hanya menjadi warga Negara, tapi jadilah bagian dari Negara.


If you want some changes, start with the Man in the Mirror. Start with You ! Quit being a whinny little bitch who can only complaining about his/her country and contribute instead ! My name is Hendro Prasetyo, the principle of Artdicted Studio, I am not a people of Indonesia, I am part of Indonesia !

Friday, May 16, 2014

The Amazing Spiderman 2

“ The hardest thing is to let go “

Clearly it’s a complete random stuff to begin a post with. Well, to me, an ease-level-agrophobic-tremor who has just experienced the struggling life of outbound such as walking on a cable, flying-fox, or swinging from about 9 meter high on a rope, the one thing I learnt from is, in life, one of the hardest thing is to let go.  
Yeah, but that is not what this post is gonna be about.

Movie Review, sebuah obsesi yang semenjak dulu saya ingin lakukan dan akhirnya kesampaian untuk pertama kalinya di post kali ini. Dan adalah The Amazing Spiderman 2, yang merupakan film beruntung yang akan menjadi awal bagi karir review film saya.

“ The best Spiderman film ever made. “

Yaa, sebuah statement yang saya rasa sangat fair untuk mengawali review film ini. Jelas Marc Webb jauh lebih berhasil mengemas Spiderman sebagai tontonan yang menarik dan menyenangkan untuk ditonton ketimbang apa yang dilakukan Sam Raimi pada trilogi sebelumnya. Di tangan Marc Webb, terkesan seorang Spiderman yang lebih manusiawi, ketimbang sekedar seorang superhero yang bisa mengeluarkan jaring laba-laba.

Di sequel ini, film langsung dimulai dengan adegan action yang ciamik dengan visual yang cantik dimana sang spiderman tampil akrobatik dengan jaring laba-laba sintetik-nya. Marc Webb juga memasukan gimik humor yang tidak memaksa, seperti misalnya spiderman yang menggunakan handphone dengan masih menggunakan kostumnya yang juga dilakukan dalam prequel sebelumnya. Sebuah gimik yang sangat menarik buat saya, ketika superhero lain seperti batman, ironman, dan kawan-kawan di the avengers telah berevolusi secara luar biasa dalam berkomunikasi, si spiderman justru tampil sangat manusiawi dengan handphonenya.

Film kemudian berlanjut dengan the origin of the electro, sang villain dalam sequel kali ini, yang seperti layaknya film spiderman lain, dijelaskan secara detail asal kemunculannya. The Electro kemudian muncul di kota, membuat kekacauan, spiderman datang, mereka bertarung, dan lalu the Electro kalah secara epic dengan disemprot oleh spiderman versi pemadam kebakaran.

Yang menarik dari scene ini adalah, pemanfaatan setting Time Square yang sangat pas menggambarkan cerita dan character flaw dari The Electro, serta adegan pertarungan yang sangat jelas dengan teknik CGI serta Slow Motion yang luar biasa amazing.

Sebuah cara menggambarkan pertarungan terbaik yang pernah saya lihat diantara film-film superhero lainnya yang ditampilkan tanpa membuat bosan dan menghilangkan efek terkesan meskipun berulang kali dimunculkan hingga pertarungan final di akhir film.

Jelas dan tidak berlebihan. Tidak seperti Transformers yang sangat sulit untuk dilihat karena banyak cipratan api, oli, dan gear bertebaran, atau Man of Steel yang sekilas seperti pertarungan di Dragon Ball dimana high speed punches yang mampu mementalkan lawan hingga menembus dinding dan bebatuan dilibatkan.

Dengan kalahnya The Electro, film kemudian masuk ke tahap dengan pace yang jauh menurun, The Romance. Dalam tahap ini, Marc Webb memunculkan karakternya sebagai seorang sutradara yang memang besar dari film drama romantis 500 Days of Summer yang sarat akan adegan dan dialog yang ginyuk-ginyuk menggelitik berlatarkan soundtrack yang sangat mendukung suasana dan penggambaran cerita. Yaa, dalam sequel kali ini, salah satu pujian juga pantas disematkan pada sang sound director atas pemilihan soundtrack yang tepat disepanjang film.

Pujian lain tentunya juga layak diberikan pada Emma Stone yang sukses membawa Gwen sebagai seorang wanita cerdas yang sanggup mendampingi spidey dalam susah dan senang, serta Dane DeHann yang membawa peran Harry Osborn to the next level. Dibandingkan James Franco, Dane DeHann jelas lebih berhasil memerankan Harry Osborn sebagai seorang villain serta pewaris Oscorp yang picik, dan jelas luar biasa conflicted secara pikiran dan jiwa sebagai seorang individu.

I’m not gonna tell you what and how the whole film goes, but as all superhero film, the hero always win at last. Ada sebuah huge plot yang wajib diketahui di sequel ini yang tentunya tidak akan saya sampaikan disini demi kebaikan bersama.  Yang pasti, saya sangat merekomendasikan film ini untuk ditonton bahkan untuk kalian yang tidak terlalu suka film superhero. Buat saya, dari skala 1-5, film ini layak untuk mendapatkan poin 3.79 atau setara dengan level diantara “Fun~~” –nya Phil Dunphy dan “Awesome”-nya Barney Stinson.

“ Let go : melepaskan, merelakan “

Dari sekian banyak aktivitas outbound yang saya lakukan kemarin, salah satu yang paling sulit adalah ketika saya harus mengayun dari setengah batang pohon besar pada seutas tali. Hal ini sulit, karena untuk melakukannya dibutuhkan keberanian yang luar biasa untuk Let Go, atau melepaskan diri dan merelakannya pada seutas tali dan satu set pengaman. Saya tidak terbayang bagaimana perasaan seorang spiderman yang kehidupan superheronya sarat akan mengayun dan bergelantungan pada jaring laba-labanya dari satu gedung ke gedung lain.


Satu hal yang pasti, bahkan untuk seorang Spiderman yang notabene seorang superhero yang ahli Let Go dalam konteks melepaskan,  dalam film ini digambarkan bahwa, sebagai seorang yang pada dasarnya adalah manusia, salah satu hal terberat dalam hidupnya, adalah Let Go dalam konteks merelakan. 

Thursday, May 1, 2014

Report From Little Tree part.3

“Gravity is the only thing that can force things to stay on the ground, and I’m not. It’s not like I’m letting you go. It’s me letting you fly.”

Other than being the winner of “Makan Telur Puyuh” race, and “Cerdas Cermat” competition that I won at my early and teenage age in the “RT” level, this winning in the “TV Program Design Competition” held by Communication Department of University of Indonesia, is the newest not-just-another winning that I got single-handedly.


It’s a bit weird though that an Architect who is no longer hold the title of student, can be or even more to win in a competition that is mostly directed to Communication student. But thanx to my dear fellas in Architecture 2009, I can make all this possible.

Yes, this third report from the little tree, is another post I would like to dedicate to my beloved folks, my proud batch, and one of the best place to grow, Architecture Department of Gadjah Mada University class of 2009.

It’s because of them calling me “Annoying (Angry) Face” like every funning day, I did a self-diagnostic to which I got an answer of why I always show an “Annoying (Angry) Face” even when I don’t mean to. And from that answer, I had an idea of a show to deliver my inner unexploded anger that triggers my “Annoying (Angry) Face” called “Stand-up Angry”. Thus, from there, I  developed the idea furthermore to a show called “Angry Indonesian”.


Logo Ganteng


Now, I won’t tell much about the idea of the show here . You can, if you want though, to see my presentation board here, to see what brought me this winning. But in short, the idea is to make a show, in which people can creatively deliver their Anger, their critiques to society, stuff-they-want-to-say-about-how-annoying-their-daily-lives-has-gotten-to-because-of-some-idiots-who-can’t-do-right-in every-day-live-stuffs. By this I mean like creating a video, illustration, music or, any kind of stuff even like research data. And this collaborative anger will be put in a collaborative works, that is delivered in the show by a single host stand up angry performance, two collaborative performances, and a talk show to breakdown the critiques even more to later be formed into solutions.  

But then, the show is not only about something people can watch on TV, it’s more of a movement called “Good Guy TM and I’m A Lady TM”. So people who have watched the show, make a promise to themselves to not do stuffs as presented in the show, and if they can do that, they deserve to present themselves a Good Guy or I’m A Lady pin.

Now imagine, the stuffs that are being critiqued on the show is very much a daily stuff like being on time, not smoking on a public place, drive thoughtfully, or something really simple but most Indonesian failed to do like throwing trashes on a trash bin. Stuff that i have been delivered in this video. If this show succeed on making a movement,  imagine how nice our society can be. This way, I won’t have to show “Annoying (Angry) Face no more,  people won’t have to bury their anger no more, because things are fine now. We can live happily ever after in a good livable society with a nice lovely environment.

Okay, I made a mistake. It’s not short. But in my defense, it just couldn’t be told so.


After the Presentation | Courtesy of Pekan Komunikasi 2014

The Awarding Night | Courtesy of Pekan Komunikasi 2014


One of my competitors at the competition once said. It’s good that I’m here in this competition, so that I can see and realize how great people outside are. Thinking that I’m the best at my campus can make me “lupa diri”. While the truth is I’m nothing compared to the world. Yeah well, it’s not exactly what he said, but it’s pretty much it.

But anyway, I’m really glad that I was part of Architecture 2009, because being there always make me feel like I’m nothing. Most of my folks are all great people. Win this competition here and there, can do this and that greatly, but yet never seem to be satisfied enough. I never win no shit while I was a student, can do things only up to a mediocre level compared to those who are bests in my class, what that makes me then if those who are better than me always thinks that they are nothing ?

The truth is, from what I’ve seen both in the competition or my current studio and all of my past job selection, we’re better than most of those people out there. We’re better in creative thinking, detail thinking, software skills, and most of all, presentation skills. There are lots of people who have great ideas, but cannot present their idea well.

I’m lucky that I can learn from the bests in my class to present my idea, systematically, strategically, and most importantly, creatively. This way, I can impress the judges, my competitors, the committees, the job assessors, and my studio mates, which then brought what I have now.





Again, I’m just the mediocre class compared to the bests in my class. I have seen almost all of portfolios that come into my current studio,  and I’ve seen my folks at architecture 2009. Trust me, you’re better guys. So if you’re stuck now in finding job, or your final assignment, don’t be. You have what it takes to win. You’re groomed in one of the best competitive environment possible. You are part of Architecture Department of Gadjah Mada University class of 2009. If there are places that declines you to be part of them, it’s their loss !

At last, I would like to say, thank you very much to my folks at Architecture 2009. Thanx for the competitions, the experience, the love, the hate, the laugh, the joy, the sad, the before and after class “nongkrong at Rumah Aceh, Tedjo, and Depan Studio”, the knowledges, and everything even the “Judge” you gave me. You guys helped me be the way I am now and I’m thankful of that.




The competition is still on. We’ve fought hard these last four or five years between ourselves, it’s time to face the world with pride and humble now.  So, Godspeed to you guys ! good luck finding a career, good luck in your career if you already have, good luck in doing your final assignment, good luck hunting scholarships, good luck in doing your life, good luck finding your love ! whatever your choices are, may the best goes with you ! Remember, If the sky is the limit, then you guys are astronauts, FLY !




As for you, good luck fighting Jakarta. Gravity is the only thing that can force things to stay on the ground, and I’m not. It’s not like I’m letting you go. It’s me letting you fly.

My name is Hendro Prasetyo, the principle of Artdicted Studio, and this is the final report from the Little Tree.