Saturday, February 26, 2011

Dibalik Tatapan - Part.1

Dan aku merasakannya lagi. Aku merasakan ada seapasang mata yang sedang menatapku. Memeperhatikan sebagian dari gerak-gerikku. Tapi , sama seperti sebelum-sebelumnya, aku tak berani balik menatapnya. Namun begitu, aku tetap tau darimana asal tatapan itu. Karena taatapan itu, secara unik mampu memberikan sensasi menggelitik pada sesuatu di dalam dadaku.

Entah semenjak kapan ini terjadi. Beberapa kali aku mencoba mengingat, menelusuri jejak-jejak memori, aku tetap tak mampu menemukan jawabannya. Satu-satunya yang ku ingat hanyalah mimpi itu. Yap! Mimpi itu..

***

Saat itu suasananya riuh. Beberapa orang yang kukenali berdiri dihadapanku, mereka saling berkelompok dan semua sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Bergantian berbincang bicara ini itu pada orang-orang dihadapannya. Kadang wajah mereka dipenuhi keseriusan menyimak, ada juga yang berbisik-bisik sejenak, dan banyak dari mereka yang lalu tersenyum dan tertawa bahkan hingga terbahak-bahak.

Aku melihat mereka dari sebuah lincak Semacam kursi berbentuk panggung berukuran kecil. Lincak itu mampu diduki sekitar 6 orang, tapi, hanya aku yang mendudukinya saat itu. Dan aku tak tau kenapa, tapi saat itu aku merasa sendu. Dahiku berkerut, dengan tangan kananku menempel padanya. Mataku terasa sayu, menatap kebawah tanpa fokus yang jelas dan sesekali memperhatikan orang-orang dihadapanku.

Kupikir tak ada yang memeperhatikanku. Kupikir, hanya diriku yang mengetahui kesedihanku saat itu. Sampai tiba-tiba lincak itu diduduki oleh satu orang lagi, Ia duduk disebelahku, dan lalu bertanya, “kamu kenapa?”.

Aku pun menoleh, mengalihkan pandanganku yang sebelumnya tertuju pada tanah,  kepadanya. Ia menatapku, mata kami bertemu. Aku bisa melihat jelas warna irisinya yang coklat. Ia berkaca-kaca, sama sepertiku. Wajahnya penuh akan rasa empati. Sesaat, aku seperti melupakan kesedihanku, aku merasakan kehangatan dari tatapan itu. Kehangatan, yang seakan menghapus kesedihanku.

***

Gelap, setelah itu semua terasa gelap. Jejak memoriku seakan juga ikut terhapus oleh tatapan itu. Sehingga aku tak mampu lagi mengingat kelanjutan dari mimpiku.

Aneh kupikir. Biarpun itu semua hanya mimpi, tapi kesan yang ditimbulaknnya terasa begitu nyata. Kehangatan yang terpanacar dari tatapan matanya, masih kurasakan bahkan saat aku pertama kali membuka mataku di pagi setelahnya. Dan hal itulah yang akhirnya membuatku tak berani menatapnya. Terutama, saat aku merasa ia sedang menatapku.

Aku takut, jikalau nanti aku menatapnya, dan ia berbalik menatapku, aku tak lagi merasakan kehangatan itu. Aku takut untuk menyadari, kalau semua yang kurasakan itu ternyata semu. Dan sensasi yang kurasakan, tak lebih dari sekedar fantasi.


Thursday, February 17, 2011

Hopes And Reality

“ Aku berheneti berharap, dan menunggu datang gelap, sampai nanti suatu saat tak ada cinta kudapat “ – Sheila on 7, Berhenti Berharap

Berhenti berharap, lagu yang setiap kalimat dan denting pianonya menyanyikan kekecewaan. Lagu kelabu yang bercerita tentang usaha membesarkan hati setelah harapan harus terhenti.

Harapan, suatu kata sederhana yang membuat pikiran kita melayang membayangkan hal-hal yang menyenagkan.. Suatu kata sederhana yang juga akhirnya sering kali harus membuat kita menelan ludah, menghela nafas, mengelus dada, dan mungkin, mencurahkan air mata. Karena ternyata, kata sederhana ini membawa kita pada perasaan kecewa.

Yap! Kecewa.

Berharap bukan sesuatu yang buruk. Berharap bukan sesuatu yang salah. Tapi ketika berharap jauh dari realita, bersiaplah untuk terluka. . 


“Because in every hopes there’s a huge piece of Dissapointment”
                                   -quotes by Hendro Prasetyo


Ketika kita berharap, pahamilah resiko kekecewaannya, berharaplah sesederhana mungkin.  Atau mungkin lebih tepatnya, serealistis mungkin. Karena ketika kita mulai berharap, Dan lalu berkespektasi, mengira-mengira akan seperti apa jadinya nanti.  Kita pasti harus menunggu sampai harapan itu teralisasi. Dan setelah kita menunggu lama sekali, seringkali ternyata harapan itu tidak terpenuhi. Ekspektasi kita sudah terlanjur melambung tinggi, tapi ternyata harus terjun bebas dan mendarat keras di tanah.


“Lower your expectations, so the world can surprise you”.
                                   -quotes by Hendro Prasetyo


Berharap sederhana itu baik. Kenapa? Karena ketika kita berharap sederhana, dan kenyataan ternyata membawa hasil yang baik, kita akan senang. Bahkan mungkin tercengang ketika harpan itu ternyata melebihi kesederhanan harapan kita. Tapi ketika ternyata kenyataan membawa hasil yang gak terlalu baik, kita ga akan kecewa terlalu dalam. Karena toh, kita ga berharap banyak.

Misalnya saja ketika kita berulang tahun, kita berharap akan ada kejutan dalam kotak berbalut kertas indah dan terikat pita merah menanti kita dirumah, lalu saat kita pulang ternyata kotak itu tidak ada. Tidak bahkan hanya pitanya. Yang ada hanya ucapan selmat ulang tahun dari keluarga sebagai pelipur lara. Kecewa! Pasti itu yang akan kita rasakan.

Bandingkan jika semenjak awal kita hanya berharap senyuman dan ucapan selamat ulang tahun yang menyambut kita. Sebuah harapan yang sederhana, tapi kita akan berbahagia jika itu terwujudkan. Dan jikapun ternyata tidak? Toh itu hanya ucapan, kita tidak akan terlalu kecewa jika ternyata tidak ada.

Dannnn… jikalau ternyata kita beruntung karena bukan hanya ucapan yang menanti, tapi juga ada kotak berbalut kertas indah dengan simpul pita merah, kita akan merasa terkejut sekaligus sangat bahagia karena kenytaan ternyata melebihi hrapan kita.



Harapan itu seperti kembang api. Indah, tapi Berbahaya! Jadi, kita harus hati-hati dalam penggunaannya jika kita mau melihat keindahannya. Bukan hanya hati-hati dalam berharap, tapi berhati-hatilah juga dalam membuat orang berharap. Kita mungkin kadang tidak sadar telah membuat orang lain berharap pada kita. Entah dalam bentuk apapun. Sampai kemudian, kita baru tersadar saat kita telah mengecewakan mereka.

Hopes are just like fireworks, they’re Beautifull, but also Danger !! Hahaha!